Oleh : JUPRANI, S.Pd ( 2012 )
1. Pengertian Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media (bentuk jamak dari kata
medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa latin medius, yang
secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’ (Arsyad, 2002;
Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa
sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan
menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun
kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan,
atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks,
lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media.
Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang
menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media,
Association of Education and Communication Technology (AECT) memberikan
pengertian tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini terkandung pengertian sebagai medium
(Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu mengatur hubungan yang
efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar -siswa dan isi pelajaran.
Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap
sistem pengajaran, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang paling canggih
dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan istilah
medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di atas yaitu
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali
istilah alat bantu atau media komunikasi digunakan secara bergantian atau
sebagai pengganti istilah media pendidikan (pembelajaran). Seperti yang
dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media
komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan
hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini juga dikemukakan oleh Reiser dan
Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988), yang secara implisit
menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini, buku/modul, tape
recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film, slide,
foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut
National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah
bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta
peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai
media seperti tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang
dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke
pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di
dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
2. Posisi Media Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga
tingkatan utama modus belajar, seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic
(pengalaman piktorial atau gambar), dan symbolic (pengalaman
abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dan
perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman baru dengan
pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai
ilustrasi misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam
tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara
langsung mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic,
pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman
video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat
membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat orang
mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka
dalam proses belajar mengajar sebaiknya diusahakan agar terjadi variasi
aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar. Semakin banyak alat
indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi (isi pelajaran),
semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti dan
dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang
disajikan dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik),
maka pengajar harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan
berbagai indera pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu
“perantara” yang menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber
pesan (pengajar) agar terjadi komunikasi yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu
perantara seperti apa yang dimaksud pada pernyataan di atas. Dalam kondisi ini,
media yang digunakan memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids).
Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap,
memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal. Sebagai alat
bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman kongkret,
motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Sehingga
alat bantu yang banyak dan sering digunakan adalah alat bantu visual, seperti gambar,
model, objek tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena dianggap
sebagai alat bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang
memperhatikan aspek disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di
berbagai bidang, misalnya dalam teknologi komunikasi dan informasi pada saat
ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral dalam proses belajar dan bukan
semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran memainkan peran yang cukup
penting untuk mewujudkan kegiatan belajar menjadi lebih efektif dan efisien.
Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran dikaitkan dengan
apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak mampu
dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan kehadiran
media pembelajaran maka posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber
belajar, tetapi sebagai fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini
memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan
di sekitar pebelajar.
Hasil belajar seseorang diperoleh
mulai dari pengalaman langsung (kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di
lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya
sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak). Untuk kondisi seperti inilah
kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Dalam posisinya yang sedemikian
rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping
itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat
keabstrakan pengalaman yang dihadapi pebelajar. Kenyataan ini didukung oleh
landasan teori penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale, yaitu teori
Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) seperti Gambar 1 di
bawah. Teori ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan
pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.
3. Fungsi Media Pembelajaran
Efektivitas proses belajar mengajar
(pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh faktor metode dan media pembelajaran
yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu
akan berpengaruh terhadap jenis media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa
harus ada kesesuaian di antara keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran.
Walaupun ada hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media,
seperti: konteks pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon
yang diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos
(1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan
strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan
demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang
dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran
dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa
(Hamalik, 1986). Selanjutnya diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan
sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi
(pesan dan isi pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran
juga dikatakan dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian
data/informasi lebih menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan
memadatkan informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah
sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan
fungsi media (media pendidikan) secara umum, adalah sebagai berikut: (i)
memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual; (ii) mengatasi
keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misal objek yang terlalu besar
untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide, dsb., peristiwa yang
terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat film, video, fota atau film
bingkai; (iii) meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar
sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa;
dan (iv) memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan
persepsi siswa terhadap isi pelajaran.
Fungsi media, khususnya media visual
juga dikemukakan oleh Levie dan Lentz, seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002)
bahwa media tersebut memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi
afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam fungsi atensi, media
visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi
kepada isi pelajaran. Fungsi afektif dari media visual dapat diamati dari
tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal
ini gambar atau simbul visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa.
Berdasarkan temuan-temuan penelitian diungkapkan bahwa fungsi kognitif media
visual melalui gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan
pembelajaran untuk memahami dan mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam
gambar atau lambang visual tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran
adalah memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam
mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata lain
bahwa media pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan
lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk
teks (disampaikan secara verbal).
Dengan menggunakan istilah media
pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa manfaat media dalam
proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa
karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan
pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan
memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran; (iii)
metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas
komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak melakukan
aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga
mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media
pembelajaran yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan
media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap
alat-alat indera. Terhadap pemahaman isi pelajaran, secara nalar dapat
dikemukakan bahwa dengan penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya
pemahaman yang lebih baik pada siswa. Pebelajar yang belajar lewat mendengarkan
saja akan berbeda tingkat pemahaman dan lamanya “ingatan” bertahan,
dibandingkan dengan pebelajar yang belajar lewat melihat atau sekaligus
mendengarkan dan melihat. Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan
membawa pebelajar ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada
keterlibatan emosianal dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat
mereka belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya
bermuara kepada peningkatan pemahaman pebelajar terhadap materi ajar
4. KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran merupakan
komponen instruksional yang meliputi pesan, orang, dan peralatan. Dengan
masuknya berbagai pengaruh ke dalam dunia pendidikan (misalnya teori/konsep
baru dan teknologi), media pendidikan (pembelajaran) terus mengalami
perkembangan dan tampil dalam berbagai jenis dan format, dengan masing-masing
ciri dan kemampuannya sendiri. Dari sinilah kemudian timbul usaha-usaha untuk
melakukan klasifikasi atau pengelompokan media, yang mengarah kepada pembuatan
taksonomi media pendidikan/pembelajaran.
Usaha-usaha ke arah taksonomi media
tersebut telah dilakukan oleh beberapa ahli. Rudy Bretz, mengklasifikasikan
media berdasarkan unsur pokoknya yaitu suara, visual (berupa gambar, garis, dan
simbol), dan gerak. Di samping itu juga, Bretz membedakan antara media siar (telecommunication)
dan media rekam (recording). Dengan demikian, media menurut
taksonomi Bretz dikelompokkan menjasi 8 kategori: 1) media audio visual gerak,
2) media audio visual diam, 3) media audio semi gerak, 4) media visual gerak,
5) media visual diam, 6) media semi gerak, 7) media audio, dan 8) media cetak.
Pengelompokan menurut tingkat
kerumitan perangkat media, khususnya media audio-visual, dilakukan oleh C.J
Duncan, dengan menyususn suatu hirarki. Dari hirarki yang digambarkan oleh
Duncan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat hirarki
suatu media, semakin rendah satuan biayanya dan semakin khusus sifat
penggunaannya. Namun demikian, kemudahan dan keluwesan penggunaannya semakin
bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu media berada pada hirarki paling
rendah. Schramm (dalam Sadiman, dkk., 1986) juga melakukan pegelompokan media
berdasarkan tingkat kerumitan dan besarnya biaya. Dalam hal ini, menurut
Schramm ada dua kelompok media yaitu big media (rumit dan mahal) dan little
media (sederhana dan murah). Lebih jauh lagi ahli ini menyebutkan ada media
massal, media kelompok, dan media individu, yang didasarkan atas daya liput
media.
Beberapa ahli yang lain seperti
Gagne, Briggs, Edling, dan Allen, membuat taksonomi media dengan pertimbangan
yang lebih berfokus pada proses dan interaksi dalam belajar, ketimbang sifat
medianya sendiri. Gagne misalnya, mengelompokkan media berdasarkan tingkatan
hirarki belajar yang dikembangkannya. Menurutnya, ada 7 macam kelompok media
seperti: benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar
diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Briggs mengklasifikasikan
media menjadi 13 jenis berdasarkan kesesuaian rangsangan yang ditimbulkan media
dengan karakteristik siswa. Ketiga belas jenis media tersebut adalah: objek/benda
nyata, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran
terprogram, papan tulis, media transparansi, film bingkai, film (16 mm), film
rangkai, televisi, dan gambar (grafis).
Sejalan dengan perkembangan
teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui
pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut,
Arsyad (2002) mengklasifikasikan media atas empat kelompok: 1) media hasil
teknologi cetak, 2) media hasil teknologi audio-visual, 3) media hasil
teknologi berbasis komputer, dan 4) media hasil gabungan teknologi cetak dan
komputer. Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2002) membagi media ke dalam dua
kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan
media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan dan yang
diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan,
media cetak, permainan, dan media realia. Sedangkan pilihan media teknologi
mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media
berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia).
Dari beberapa pengelompokkan media
yang dikemukakan di atas, tampaknya bahwa hingga saat ini belum terdapat suatu
kesepakatan tentang klasifikasi (sistem taksonomi) media yang baku. Dengan kata
lain, belum ada taksonomi media yang berlaku umum dan mencakup segala aspeknya,
terutama untuk suatu sistem instruksional (pembelajaran). Atau memang tidak
akan pernah ada suatu sistem klasifikasi atau pengelompokan yang sahih dan
berlaku umum. Meskipun demikian, apapun dan bagaimanapun cara yang ditempuh
dalam mengklasifikasikan media, semuanya itu memberikan informasi tentang
spesifikasi media yang sangat perlu kita ketahui. Pengelompokan media yang
sudah ada pada saat ini dapat memperjelas perbedaan tujuan penggunaan, fungsi
dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman dalam memilih media yang
sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
5. KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS MEDIA
PEMBELAJARAN
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik
tertentu, yang dikaitkan atau dilihat dari berbagai segi. Misalnya, Schramm
melihat karakteristik media dari segi ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat
diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh pemakai (Sadiman, dkk., 1990).
Karakteristik media juga dapat dilihat menurut kemampuannya membangkitkan
rangsangan seluruh alat indera. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai
karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya untuk pengelompokan dan
pemilihan media. Kemp, 1975, (dalam Sadiman, dkk., 1990) juga mengemukakan
bahwa karakteristik media merupakan dasar pemilihan media yang disesuaikan
dengan situasi belajar tertentu.
Gerlach dan Ely mengemukakan tiga
karakteristik media berdasarkan petunjuk penggunaan media pembelajaran untuk
mengantisipasi kondisi pembelajaran di mana guru tidak mampu atau kurang
efektif dapat melakukannya. Ketiga karakteristik atau ciri media pembelajaran
tersebut (Arsyad, 2002) adalah: a) ciri fiksatif, yang menggambarkan
kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi
suatu peristiwa atau obyek; b) ciri manipulatif, yaitu kamampuan media
untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah
ruang dan waktu. Sebagai contoh, misalnya proses larva menjadi kepompong dan
kemudian menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan waktu yang lebih singkat
(atau dipercepat dengan teknik time-lapse recording). Atau sebaliknya,
suatu kejadian/peristiwa dapat diperlambat penayangannya agar diperoleh
urut-urutan yang jelas dari kejadian/peristiwa tersebut; c) ciri distributif,
yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau kejadian
melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan kepada sejumlah
besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus pengalaman yang relatif sama
mengenai kejadian tersebut.
Berdasarkan uraian sebelumnya,
ternyata bahwa karakteristik media, klasifikasi media, dan pemilihan media
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam penentuan strategi
pembelajaran. Banyak ahli, seperti Bretz, Duncan, Briggs, Gagne, Edling,
Schramm, dan Kemp, telah melakukan pengelompokan atau membuat taksonomi
mengenai media pembelajaran. Dari sekian pengelompokan tersebut, secara garis
besar media pembelajaran dapat diklasifikasikan atas: media grafis, media audio,
media proyeksi diam (hanya menonjolkan visual saja dan disertai rekaman audio),
dan media permainan-simulasi. Arsyad (2002) mengklasifikasikan media
pembelajaran menjadi empat kelompok berdasarkan teknologi, yaitu: media hasil
teknologi cetak, media hasil teknologi audio-visual, media hasil teknologi
berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
Masing-masing kelompok media tersebut memiliki karakteristik yang khas dan
berbeda satu dengan yang lainnya. Karakteristik dari masing-masing kelompok
media tersebut akan dibahas dalam uraian selanjutnya.
Media grafis. Pada prinsipnya semua jenis media dalam kelompok ini
merupakan penyampaian pesan lewat simbul-simbul visual dan melibatkan
rangsangan indera penglihatan. Karakteristik yang dimiliki adalah: bersifat
kongkret, dapat mengatasi batasan ruang dan waktu, dapat memperjelas suatu
masalah dalam bidang masalah apa saja dan pada tingkat usia berapa saja, murah
harganya dan mudah mendapatkan serta menggunakannya, terkadang memiliki ciri
abstrak (pada jenis media diagram), merupakan ringkasan visual suatu proses,
terkadang menggunakan simbul-simbul verbal (pada jenis media grafik), dan
mengandung pesan yang bersifat interpretatif.
Media audio. Hakekat dari jenis-jenis media dalam kelompok ini adalah
berupa pesan yang disampaikan atau dituangkan kedalam simbul-simbul auditif
(verbal dan/atau non-verbal), yang melibatkan rangsangan indera pendengaran.
Secara umum media audio memiliki karakteristik atau ciri sebagai berikut: mampu
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu (mudah dipindahkan dan jangkauannya
luas), pesan/program dapat direkam dan diputar kembali sesukanya, dapat
mengembangkan daya imajinasi dan merangsang partisipasi aktif pendengarnya,
dapat mengatasi masalah kekurangan guru, sifat komunikasinya hanya satu arah,
sangat sesuai untuk pengajaran musik dan bahasa, dan pesan/informasi atau
program terikat dengan jadwal siaran (pada jenis media radio).
Media proyeksi diam. Beberapa jenis media yang termasuk kelompok ini memerlukan
alat bantu (misal proyektor) dalam penyajiannya. Ada kalanya media ini hanya
disajikan dengan penampilan visual saja, atau disertai rekaman audio.
Karakteristik umum media ini adalah: pesan yang sama dapat disebarkan ke
seluruh siswa secara serentak, penyajiannya berada dalam kontrol guru, cara
penyimpanannya mudah (praktis), dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan
indera, menyajikan obyek -obyek secara diam (pada media dengan penampilan
visual saja), terkadang dalam penyajiannya memerlukan ruangan gelap, lebih
mahal dari kelompok media grafis, sesuai untuk mengajarkan keterampilan
tertentu, sesuai untuk belajar secara berkelompok atau individual, praktis
dipergunakan untuk semua ukuran ruangan kelas, mampu menyajikan teori dan
praktek secara terpadu, menggunakan teknik-teknik warna, animasi, gerak lambat
untuk menampilkan obyek/kejadian tertentu (terutama pada jenis media film), dan
media film lebih realistik, dapat diulang-ulang, dihentikan, dsb., sesuai
dengan kebutuhan.
Media permainan dan simulasi. Ada beberapa istilah lain untuk kelompok media
pembelajaran ini, misalnya simulasi dan permainan peran, atau permainan
simulasi. Meskipun berbeda-beda, semuanya dapat dikelompkkan ke dalam satu
istilah yaitu permainan (Sadiman, 1990). Ciri atau karakteristik dari media ini
adalah: melibatkan pebelajar secara aktif dalam proses belajar, peran pengajar
tidak begitu kelihatan tetapi yang menonjol adalah aktivitas interaksi antar
pebelajar, dapat memberikan umpan balik langsung, memungkinkan penerapan konsep-konsep
atau peran-peran ke dalam situasi nyata di masyarakat, memiliki sifat luwes
karena dapat dipakai untuk berbagai tujuan pembelajaran dengan mengubah alat
dan persoalannya sedikit saja, mampu meningkatkan kemampuan komunikatif
pebelajar, mampu mengatasi keterbatasan pebelajar yang sulit belajar dengan
metode tradisional, dan dalam penyajiannya mudah dibuat serta diperbanyak.
Tinggalkan komentarnya demi kemajuan !!!!!!!!!!!!
0 Response to "PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN"
Post a Comment