sobat web juprani kali ini saya akan share makalah tentang metode membaca menulis permulaan bab I dulu ya gan untuk bab II dan seterus nya silahkan saja ikuti terus update terbaru nya di web juprani .. tanpa basa basi langsung saja yu....
METODE MEMBACA
MENULIS PERMULAAN
Oleh: Admin
I. PENDAHULUAN
Membaca permulaan bertitik tolak dari siswa duduk di kelas I, karena mereka
baru pertama kali duduk di bangku Sekolah Dasar. Kemudian tugas mengajarkan
membaca kepada siswa ada pada guru. Dalam membaca permulaan diperlukan berbagai
pendekatan membaca secara tepat. Bagi siswa kelas rendah, penting sekali guru
menggunakan metode membaca. Depdiknas (2000:4) menawarkan berbagai metode yang
diperuntukkan bagi siswa permulaan, antara lain: metode eja/bunyi, metode kata
lembaga, metode global, dan metode SAS.
Metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi
huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah.
Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja
terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi
huruf atau fonem. Metode kata lembaga didasarkan atas pendekatan kata, yaitu
cara memulai mengajarkan membaca dan menulis permulaan dengan menampilkan
kata-kata. Metode global adalah belajar membaca kalimat secara utuh. Adapun
pendekatan yang dipakai dalam metode global ini adalah pendekatan kalimat.
Selanjutnya, metode SAS didasarkan atas pendekatan cerita.
Metode pembelajaran di atas dapat diterapkan pada siswa kelas rendah (I dan
II) di sekolah dasar. Guru dianjurkan memilih salah satu metode yang cocok dan
sesuai untuk diterapkan pada siswa. Menurut hemat penulis, guru sebaiknya
mempertimbangkan pemilihan metode pembelajaran yang akan digunakan sebagai
berikut:
1. Dapat menyenangkan siswa.
2. Tidak menyulitkan siswa untuk menyerapnya.
3. Bila dilaksanakan, lebih efektif dan
efisien.
4. Tidak memerlukan fasilitas dan sarana yang
lebih rumit.
Salah satu metode pembelajaran membaca permulaan yang sudah dikenal para
guru kelas rendah, yaitu metode membaca global. Menurut Purwanto (1997:32),
“Metode global adalah metode yang melihat segala sesuatu sebagai keseluruhan.
1
2
Penemu metode ini ialah seorang ahli ilmu jiwa
dan ahli pendidikan bangsa Belgia yang bernama Decroly.” Kemudian
Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar
membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan
kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan
kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat
tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata,
menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf.
Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut:
1. Siswa membaca kalimat dengan bantuan
gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya: Ini
nani
2. Menguraikan kalimat dengan kata-kata:
/ini/ /nani/
3. Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i
– ni na – ni
4. Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf,
misalnya: i – n – i - n – a – n – i
Pada tahap membaca permulaan siswa mulai diperkenalkan dengan berbagai
simbol huruf, mulai dari simbol huruf /a/ sampai dengan /z/. Caranya bergantung
teknik pendekatan yang digunakan guru, yaitu dapat dimulai dari pengolahan kata
dari sebagian untuk seluruh atau dari seluruh kemudian dicerai menjadi
bagian-bagian huruf yang terkecil. Mercer dalam Abdurrahman (1999:204)
mengidentifikasikan bahwa ada 4 kelompok karakteristik siswa yang kurang mampu
membaca permulaan, yaitu dilihat dari: (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan
mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka.
Gejala-gejala tersebut muncul akibat dari kesulitan siswa dalam membaca.
Indikator kesulitan siswa dalam membaca permulaan, antara lain: (1) siswa tidak
mengenali huruf; (2) siswa sulit membedakan huruf; (3) siswa kurang yakin
dengan huruf yang dibacanya itu benar; (4) siswa tidak mengetahui makna kata
atau kalimat yang dibacanya.
Siswa yang sulit membaca sering memperlihatkan kebiasaan dan tingkah laku
yang tidak wajar. Gejala-gejala gerakannya penuh ketegangan seperti: (1)
Mengernyitkan kening; (2) Gelisah; (3) Irama suara meninggi; (4) Menggigit
bibir; (5) Adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak
untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan guru.
3
Dari uraian di atasa dapat penulis simpulkan bahwa identifikasi kesulitan
siswa dalam membaca permulaan dapat terlihat dari gejala-gejala perilaku dan
gerakan-gerakan dalam menghadapi teks bacaan. Oleh karena itu untuk
mengidentifikasikan kesulitan siswa ini, perlu suatu upaya dari guru kelas agar
gejala-gejala tersebut dapat segera teratasi.
Secara umum sebab-sebab kurang lancarnya membaca dapat berasal dari beberapa
faktor. Djamarah (2002:201) mengelompokkannya ke dalam dua kategori, yaitu:
faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor penyebab yang berasal dari dalam diri siswa itu
sendiri. Penyebab yang muncul dari dalam diri antara lain bisa bersifat:
1. kognitif (ranah cipta), seperti: rendahnya
kapasitas intelektual/ inteligensi siswa,
2. afektif (ranah rasa), seperti: labilnya
emosi dan sikap, dan
3. psikomotor (ranah karsa), seperti:
terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar, yang meliputi semua
situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar
siswa.
Faktor lingkungan ini meliputi:
1. lingkungan keluarga, contohnya:
ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya tingkat
kehidupan ekonomi keluarga.
2. lingkungan perkampungan/masyarakat,
contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman
sepermainan (peer group) yang nakal.
3. lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan
letak gedung sekolah yang buruk, seperti dekat pasar, kondisi guru serta
alat-alat belajar yang berkualitas randah.
Kurangnya lancar membaca akan menjadi faktor penghambat dalam kegiatan
membaca. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa kurang mengenal huruf, bunyi bahasa
(fonetik), dan bentuk kalimat.
2. Siswa tidak memahami makna kata yang
dibacanya
3. Adanya perbedaan dialek siswa dengan
pengucapan bahasa Indonesia yang baku.
4. Siswa terlalu cepat membaca karena
kemungkinan perasaannya tertekan.
5. Siswa bingung meletakkan posisi kata.
6. Siswa bingung dengan membaca huruf yang
bunyinya sama, seperti: bunyi huruf /b/ dengan /p/
4
7. Siswa kurang mengerti tentang arti tanda
baca, maka tanda baca tidak perlu diperhatikannya.
bab III nya belum ya gan
ReplyDelete